Kajati Riau Gelar Ekspose Perkara Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Dr. Supardi, didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau, Martinus Hasibuan, S.H, menggelar ekspose perkara penghentian penuntutan berdasarkan RJ.
KEJAKSAANNEWS | PEKANBARU - Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Dr. Supardi, didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau, Martinus Hasibuan, S.H, menggelar ekspose perkara penghentian penuntutan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Kegiatan ini dilaksanakan secara virtual di Aula Vicon Lt. II Gedung Satya Adhi Wicaksana Kejaksaan Tinggi Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Selasa (8/8).
Hadir dalam kegiatan tersebut: Agnes Triani, S.H., M.H - Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia (secara virtual), Dr. Supardi - Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Martinus Hasibuan, S.H - Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau, Dr. Agustinus Herimulyanto, S.H., M.H - Kepala Kejaksaan Negeri Dumai, Li - Jajaran Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri Dumai (secara virtual).
Perkara yang diajukan untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif adalah perkara Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas An. Tersangka Anggi Gustyawan yang disangkakan melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam ekspose tersebut, dijelaskan bahwa pada waktu yang dimaksud, terdakwa mengendarai sepeda motor Honda Scoopy tanpa memiliki surat izin mengemudi (SIM) dan tidak menggunakan helm. Terdakwa kemudian membonceng korban dan dalam perjalanan, terjadi kecelakaan dengan mobil Toyota Calya yang dikemudikan oleh saksi Riqal Fikrullah Bin Hendra Saputra. Korban mengalami luka terbuka pada pelipis, lecet pada pipi, dan bengkak pada bagian tubuh tertentu. Dalam hal ini, terdakwa telah meminta maaf kepada korban dan korban telah memberikan maaf kepada terdakwa. Surat pernyataan dari Klinik Rawat Inap KARTIKA juga mengkonfirmasi cedera yang dialami korban.
Pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Beberapa alasan diberikan untuk pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif:
Proses perdamaian telah dilakukan antara terdakwa dan korban.
1. Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
2. Ini merupakan tindakan pidana pertama kali yang dilakukan oleh terdakwa.
3. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
4. Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
5. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa syarat.
6. Masyarakat merespons positif terhadap penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Kepala Kejaksaan Negeri Dumai kemudian menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif, sebagai wujud kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Editor :Yefrizal
Source : Kejati Riau