Kejagung Hentikan Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif untuk 3 Tersangka di Riau
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, melaksanakan Video Conference Ekspose, Selasa (6/2), Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Direktur OHARDA
JAKARTA - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, melaksanakan Video Conference Ekspose, Selasa (6/2), Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Direktur OHARDA pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Nanang Ibrahim Soleh, SH., MH.
Ekspose ini dihadiri oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Hendrizal Husin, SH., MH, Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau, Martinus, SH, dan Koordinator bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau.
Tiga kasus yang diajukan untuk penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif adalah sebagai berikut:
1. Kasus dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir:
Tersangka: RIZKY HANDICKA Alias DIKA Bin RAMINO
Pasal: Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
Kronologi Kasus:
Pada Kamis, 30 November 2023, di rumah Tersangka dan saksi NURLAILI, terjadi insiden di mana Tersangka secara fisik menyerang NURLAILI. Visum Et Repertum atas nama NURLAILI mengkonfirmasi luka dan bengkak pada korban akibat benturan benda tumpul.
2. Kasus dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir:
Tersangka: Ranto Kurniawan alias Ranto bin Sugiman
Pasal: Primair Pasal 44 Ayat (1) Subsidiair Pasal 44 Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004
Kronologi Kasus:
Pada Minggu, 27 Agustus 2023, terjadi kejadian di mana Tersangka secara fisik menyerang Sri Ramadani alias Sri Binti Poniran, istri Tersangka. Akibat serangan tersebut, Sri Ramadani mengalami luka dan pusing.
3. Kasus dari Kejaksaan Negeri Kampar:
Tersangka: RIZKY WAHYUDI
Pasal: Pasal 45B Jo Pasal 29 UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
Kronologi Kasus:
Pada Jumat, 02 Juni 2023, Tersangka mengirim pesan Instagram dengan kata-kata kasar dan ancaman kekerasan kepada Novem Rama Dini. Akibatnya, Novem Rama Dini merasa terancam dan melaporkan ke polisi.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI memutuskan untuk menghentikan penuntutan untuk ketiga kasus di atas berdasarkan pertimbangan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Alasan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa syarat, dan masyarakat merespons positif terhadap penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Selanjutnya, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir, dan Kejaksaan Negeri Kampar akan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Editor :Yefrizal
Source : Kejagung