Hikmah Puasa Hari Ke 27, Puncak Kesadaran Manusia

Dirinya sebagai entitas yang fana’, benar-benar disaksikan sebagai kekosongan ketika Ilmu yang dimilikinya disandarkan pada yang Baqa’. Ilmu menjadi sesuatu yang konstan, kekal dan abadi. ‘Ilmu menjadi linier dengan Wujud, dengan Qudrat dan Iradat, dengan Sama’ dan Bashar, dengan Hayat dan Kalam. Kesatuan pandangan akan ilmu dan al-Haqq, jika diperbandingkan dengan hakikat Wujud, maka si pemegang ilmu akan melihat dirinya sirna.
Pengetahuan dengan yang mengetahui, pada hakikatnya adalah Wujud Mutlak. Pada taraf ini, maka manusia dan pengetahuannya adalah kekosongan dan ketidak-tahuan. Keadaan ini tidak akan pernah terjadi jika manusia masih menyimpan “biji dzarrah kesombongan” di dalam hatinya.
Inilah puncak kesadaran manusia akan ilmu. Semakin tinggi ilmunya, semakin nyata ia melihat dirinya bodoh. Semakin tinggi ilmunya, maka ia akan semakin sadar bahwa dirinya nisbi.
Semakin sadar ia lihat dirinya nisbi, maka semakin dekat ia kepada Mansûb (ash-Shamad: Tempat Bersandar, Tempat Bergantung). Puncaknya adalah, Tuhan ber-tajalli pada ke-tawadhu’-an tertinggi hamba-Nya.
Itulah Rasulullah SAW. Wallãhu A’lamu bish-Shawãb. Mari kita tutup kajian ini dengan do’a:
Allãhumma anta rabbî lã ilãha illã anta, khalaqtanî wa anã ‘abduka wa anã ‘alã ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, a’ûdzu bika min syarri mã shana’tu, abû-u laka bini’matika ‘alayya, wa abû-u bi dzanbî, faghfirlî fa-innahû lã yaghfirudz dzunûba illã anta
“Ya Allah Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkau yang menciptakanku, sedang aku adalah hambaMu dan aku di atas ikatan janjiMu dan akan menjalankannya dengan semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakuiMu atas nikmatMu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku padaMu, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni segala dosa kecuali Engkau.”
Read more info "Hikmah Puasa Hari Ke 27, Puncak Kesadaran Manusia" on the next page :
Editor :Husnul Qotimah